• Indek Kinerja Utama Kampus

    By Duta Academy  21 Desember 2023 Artikel  381
    image

    Pergerakan zaman yang dinamis menuntut kampus untuk dapat menyesuaikan dengan era yang sedang berjalan. Pada kurikulum merdeka telah terjadi perubahan mengenai indek kinerja utama dari kampus. Salah satu hal yang banyak disoroti adalah seberapa banyak jumlah mahasiswa yang dalam waktu tertentu sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.

    Akhirnya kampus membuat tracer study pada lulusannya. Tracer study tersebut berupa survey terhadap alumni yang baru lulus, apakah sudah mendapatkan pekerjaan atau belum, bekerja dibidang apa dan sebagainya. Hal ini adalah sebuah kemajuan bagi pendidikan di Indonesia, paling tidak kampus lebih perduli dan bertanggungjawab atas lulusannya. Jangan sebuah jurusan dibuka yang penting kampus profit, namun kampus lebih mengedepankan apakah jurusan ini dibutuhkan didunia industri atau tidak.

    Pada umumnya dunia industri lebih membutuhkan karyawan yang memiliki skill daripada melihat IPK dari mahasiswa yang melamar. IPK hanya sebagai tambahan referensi mengenai logika dari mahasiswa tersebut, serta keuletan bidang-bidang yang disukai mahasiswa apakah cocok dengan lowongan kerja yang dibuka. Singkatnya HRD perusahaan akan melihat nilai-nilai tertentu dari IPK pelamar, sebagai pertimbangan tambahan saja bukan yang utama. Sedangkan yang utama adalah skill dari pelamar tersebut.

    Ketika sebuah perusahaan membutuhkan programmer web, maka perusahaan tersebut akan memilih pelamar yang nyata-nyata bisa coding membuat program langsung berbasis web, daripada pelamar yang IPK nya besar namun, ketika diuji secara langsung belum bisa membuat program berbasis web. Perusahaan akan menguji secara langsung, apakah pelamar ini bisa coding dan diuji ketika suatu web trouble apakah pelamar langsung bisa membetulkan untuk mengatasi trouble tersebut.

    Berbeda dengan tes yang ada dikampus yang sifatnya statis, dan belum mengarah ke case khusus. Mungkin sudah ada beberapa kampus yang bagus dengan tugas berupa project. Namun masih ada kelemahan dimana project tersebut memiliki jeda waktu sehingga masih memungkinkan project dikerjakan orang lain. Saat ini masih banyak mahasiswa yang menyewa jasa layanan skripsi, sehingga baik project maupun tulisan skripsi dibuat oleh orang lain, dimana mahasiswa hanya menghafalkan hasilnya saja. Hal ini perlu kita akui memang ada, agar kita bisa benahi bersama bagaimana pendidikan yang seharusnya, sehingga menghasilkan output yang lebih baik lagi.

    Dari tingkat persainganpun jauh berbeda. Di kampus dari 100 mahasiswa maka tingkat kelulusannya 99% atau 99 orang, bahkan 100%. Berbeda dengan tes perusahaan dimana ada 100 pelamar, sedangkan lowongan yang tersedia hanya untuk 5 orang, sehingga perusahaan meloloskan 5 orang yang terbaik saja. Namun jika diantara 100 orang hanya 1 orang yang memiliki skill yang cocok maka perusahaan hanya menerima 1 orang tersebut.

    Hal ini tentu menjadi tantangan sendiri bagi kampus. Sehingga dengan adanya program magang ke perusahaan tentunya hal ini sangat membantu mahasiswa mendapatkan skill dari lapangan kerja yang sesungguhnya. Kampus juga membutuhkan dosen sekaligus praktisi dalam dunia kerja, sehingga bisa mengajarkan kondisi nyata di lapangan kerja. Bisa memberikan contoh kasus real, bukan hanya teori semata. Banyaknya lulusan sarjana yang menganggur, itu adalah output dari kampus juga. Sehingga hal ini harus kita benahi bersama, bukan cuman tanggungjawab pemerintah, namun juga kampus serta insan pendidik lainnya agar pendidikan di Indonesia lebih berkualitas dan align terhadap apa yang dibutuhkan oleh dunia industri.


Artikel Terkait :